Selasa, 14 Agustus 2012


            Panorama Alam Kotabaru
Memukau dan Memanjakan Mata

Kalimantan Selatan sebagai sebuah provinsi memiliki kekayaan alam yang luar biasa banyak, sehingga menjadi incaran sejumlah orang. Kekayaan yang dimiliki Kalsel tidak hanya barang tambang atau hasil hutan yang kini sudah habis, tetapi juga tempat wisata.
Tempat wisata di Bumi Antasari ini tersebar di seluruh kota dan kabupatennya, berupa  objek wisata alam, religi, budaya, dan buatan tangan manusia. Di Banjarmasin –ibu kota Kalimantan Selatan-- misalnya, sejak dulu dikenal dengan wisata sungainya. Kota ini dibelah oleh sungai Martapura, yang menjadi perbatasan kecamatan. Sebelum Kota Banjarmasin dibagi lima kecamatan seperti sekarang, Sungai Martapura menjadi batas empat kecamatan, yaitu Kecamatan Banjar Timur dengan Banjar Utara dan Banjar Selatan dengan Banjar Barat.
Di sini kita akan mengunjungi objek wisata di daerah paling selatan Kalsel, yakni Kotabaru yang terletak di Pulau Laut. Sebelum pemekaran, Tanahbumbu masih berada di wilayah administrasi Kabupaten Kotabaru. Kini Kotabaru terdiri atas Pulau Laut, beberapa pulau kecil di Laut Jawa dan Selat Makasar serta sedikit daratan Pulau Kalimantan yang dibagi dalam 20 wilayah kecamatan.
Melihat letak geografis Kotabaru yang demikian dapat dipastikan kabupaten ‘Gunung Bamega’ tersebut memiliki pesona alam yang sangat indah dan menantang untuk memanjakan mata dan pikiran.
Menuju Kotabaru ibu kota Kabupaten Kotabaru tidak sulit. Dari Banjarmasin bisa ditempuh lewat jalan darat sekitar 350 kilometer, atau sekitar 30 menit menggunakan pesawat terbang. Kalau ditempuh melalui udara, sudah pasti kita tidak bisa menikmati sensasi di kapal penyeberangan dari Batulicin ke Tanjung Serdang selama sekitar satu jam. Dari dalam kapal penyeberangan yang diberangkatkan tiap satu jam itu, kita dapat menikmati keindahan Selat Laut yang memisahkan Pulau Laut dengan Pulau Kalimantan.
Kabupaten Kotabaru memiliki banyak tempat wisata seperti wisata alam, religi dan budaya. Bupati yang tiap lima tahun berganti, terus membenahi wilayah penghasil ikan dan hasil bumi itu. Tidak ketinggalan objek wisatanya, yang terus dilestarikan dipoles agar tetap asri.
Objek wisata yang paling banyak mendapat kunjungan wisatawan baik dari penduduk setempat maupun dari daerah lain khususnya dari Kalsel adalah Siring Laut dan Pantai Gedambaan yang dikenal dengan nama Sarang Tiung. Kenapa? Karena Siring Laut terletak di dalam kota Kotabaru di depan kantor bupati dan merupakan alun-alun kotabaru, dan persis di tepi Selat Laut. Di sini kita bisa melihat kapal besar dan kecil yang hilir mudik di selat itu, atau kapal penyeberangan yang membawa penumpang juga kendaraan bermotor –mobil dan sepeda motor—menuju Makassar di Sulawesi.
Biasanya pada pagi atau siang, ‘alun-alun’ Siring Laut dipergunakan untuk kegiatan resmi pemerintahan. Juga sering digunakan sebagai tempat hiburan atau pertunjukan seni dan keagamaan, yakni menjadi arena/panggung MTQ Nasional Tingkal Provinsi Kalsel beberapa tahun lalu. Saat pergantian tahun pada 31 Desember 2011-1 Januari 2012 lalu, Norman Kamaru artis dadakan youtube mantan anggota Polri berpangkat briptu, turut menghibur warga Kotabaru dan sekitarnya. Mungkin itu adalah pertunjukkannya yang terakhir, karena sejak itu namanya menghilang dari belantikan musik/hiburan tanah air.
            Kembali ke Kotabaru. Pada sore sampai malam hari, Siring Laut menjadi tempat rekreasi. Didukung fasilitas seperti kafe tenda yang menyediakan berbagai makanan dan minuman, juga ada arena bermain untuk anak-anak.Menjelang senja, keindahan langit Siring Laut sangat memukau. Awan senja yang berarakan seolah mengantarkan matahari yang berwarna merah ke tempat peraduannya di ufuk barat. Diiring sepoi angin laut bertiup lembut, menambah indahnya alam ciptaan Yang Maha Kuasa.
            Fenomena alam seperti itu yang ‘dikejar’ oleh wisatawan mancanegara di Tanah Lot, Bali. Kalau cuaca mendung atau hujan turun membasahi bumi, maka suasana matahari tengelam –sunset— tidak bakal mereka dapatkan.
            Selanjutnya, kenapa Sarang Tiung? Karena, untuk mencapainya juga cukup mudah hanya sekitar 15 kilometer dati pusat kota Kotabaru. Kalau tak punya kendaraan sendiri, bisa menyewa atau mencarter kendaraan angkutan umum. Pantai ini memiliki pasir putih bersih, dan karena pantainya landai pengunjung dapat berenang sepuasnya apabila air laut pasang naik. Sambil berenang pengunjung dapat mencari kerang yang ‘membenamkan’ diri pasir. Sungguh menjadi sebuah kenikmatan tersendiri dalam mensyukuri alam ciptaan Nya.
            Di objek wisata di Sarang Tiung yang termasuk dalam pemerindahan desa sarang Tiung ini, dilengkapi dengan berbagai fasilitas untuk pengunjung. Di antaranya kolam renang untuk semua usia, Juga ada pondok wisata lengkap dengan tempat tidur dan kamar mandi untuk wisatawan yang ingin menginap sambil menikmati keindahan pantai Sarang Tiung di malam hari.
            Untuk makan dan minum, jangan khawatir. Di kawasan wisata itu dibangun beberapa tempat makan di atas kolam pemancingan, Pengunjung dapat memancing ikan di kolam itu, sementara si pengelola tempat makan memasak nasi dan sayuran dan makan lain. Ikan hasil pancingan dapat dibawa pulang, tentu dengan membayar harganya terlebih dahulu yang dihitung per kilogram. Ikan yang bisa dipancing di kolam itu adalah mas dan nila.
            Sebelum sampai di Pantai Gedambaan/Sarang Tiung, pengunjung melewati sebuah tanjung yang diberi nama Ketapang –Tanjung Ketapang juga masih berada di dalam Desa Sarang Tiung. Jaraknya sekitar 10 kilometer dari pusat kota. Tajung ini memang cukup terjal tetapi keterjalannya itu menambah keindahan kawasan itu. Di tempat ini dibangun sebuah vila dan pondok wisata, dilengkapi dengan kafe lesehan yang menghadap ke laut. Sangat sayang apabila Tanjung Ketapang ini dilewatkan kalau pengunjung yang ingin melepas lelah di Pantai Gedambaam Sarang Tiung.        
            Mahmud Dimyati, tokoh masyarakat Kotabaru, saat ditemui di Kotabaru beberapa waktu lalu menuturkan, semua bupati yang memerintah bumi ‘Gunung Bamega’ itu tidak pernah melupakan pembangunan tempat wisata di daerah itu. Bahkan, sebuah air terjun yang baru ‘ditemukan’ di Desa Sebelimbingan, langsung dibenahi oleh pemerintah daerah.
            Sebenarnya air terjun berlapis dua itu menjadi pemandangan biasa bagi masyarakat Desa Sebelimbingan, sekitar 14 kilometer dari pusat kota. Melihat keindahan alamnya yang benar-benar memukau, pemda setempat langsung membenahinya.
            Menurut Mahmud, di tempat itu didirikan beberapa pondok wisata. Juga jembatan kecil yang menghubungkan bukit satu ke bukit lain di kawasan itu. Air dari luncuran air terjun dikumpukan dalam sebuah bendungan, yang juga berfungsi sebagai kolam renang. Menuju kawasan air terjun itu dibuatkan tangga.
            Dua air terjun yang berada di atas dan di bawah itu, makan kawasan wisata tersebut diberi nama Air Terjun Tumpang Dua. Kawasan wisata ini sangat indah dengan air pegunungan yang sejuk, dikelilingi oleh pepohonan yang menambah asri lingkunagan tersebut. Bagi pengunjung yang muslim dan ingin salat, disediakan sebuah musala di kaki bukit di tempat itu. Juga disediakan sejumlah kedai makan dan minum yang dikelola oleh masyarakat setempat, juga taman tirta dengan aneka tanaman hias. Kamar mandi dan kamar kecil pun dibangun beberapa buah di tempat itu, sehingga memudahkan pengunjung yang bersantai dan menikmati keindahan alam di kawasan tersebut.

Porak Poranda
            Namun sayang kawasan Air Terjun Tumpang Dua yang memesona tersebut hancur berantakan diterjang banjir bandang. Meski air terjun tumpang duanya tetap ada, tetapi fasilitas untuk pengunjung yang dibangun oleh pemda setempat porak poranda. Yang tersisa hanya rentuhan kolam tirta, satu pondok wisata dan pecahan semen dari beberapa pos tanaman hias yang. Selain itu, kamar mandi dan kamar kecil serta kamar tempat berganti pakaian masih bagus tapi sayang kelihatan tidak terawat. Tempat parkir yang cukup luas untuk kendaraan bermotor roda dua dan empat masih bagus, karena letaknya di ketinggian.
            Meski demikian, masih ada warga yang mengunjungi tempat wisata Air Terjun Tumpang Dua tersebut. Auliya, misalnya. Dia bersama ibu dan tantenya berwisata ke tempat itu, di saat Auliya libur sekolah. Dengan bermodal Rp 5.000 rupiah, dia bisa menggunakan ban yang disediakan warga untuk berenang di bekas kolam tirta yang airnya lumayan jernih itu.
            Pengunjung lainnya adalah Lutfi murid salah satu sekolah menengah pertama di Pelaihari. Mengisi libur sekolah dia pergi ke Kotabaru menginap di rumah saudara orangtuanya. Dia pun dibawa oleh sepupu dan keluarganya itu bersantai di Air Terjun Tumpang Dua. Mereka mandi sepuasnya dan bergembira ria di reruntuhan kolam tirta bersama anak-anak lain.
Mereka juga menggunakan pelampung. Di tempat itu beberapa warga menyewakan ban bekas sebagai pelampung, dengan harga Rp 5.000 ukuran kecil dan Rp 10.000 untuk yang besar. Namun jumlahnya tidak banyak, hanya sekitar 20 buah. Pada hari libur, pengunjung terpaksa antre menyewa pelampung tersebut. Selain bermain air sambil mandi di bekas kolam tirta, beberapa anak lain bersama orangtuanya dan sejumlah remaja baik bersama teman-temannya atau berpacaran bermain di dua air terjun tersebut.
Memang sejak diresmikan, kata beberapa pengelola kedai makanan dan minuman di situ, objek wisata Air Terjun Tumpang Dua cukup ramai karena banyak pengunjungnya. Apalagi pada hari libur. Tidak kalah dengan pantai Gedambaan Sarang Tiung dan Siring Laut, pengunjungnya cukup banyak. Namun sejak diterjang banjir bandang yang memorakporandakan hampir semua fasilitas yang disediakan, pengunjung datang pada hari libur.
Untuk mencapai tempat wisata tersebut tidak sulit, selain bisa menggunakan kendaraan pribadi juga bisa mencarter angkutan umum. Ke tempat wisata Air Terjun Tumpang Dua yang berjarak sekitar 14 kilometer dari pusat kota, tariff carteran kendaraan angkutan umum antara Rp125.000 –Rp 150.000.
            Pulau Laut memang memiliki kekayaan dan keindahaan alam yang luar. Selain Pantai Gedambaan sarang Tiung, Siring Laut dan Air Terjun Tumpang Dua, masih banyak objek wisata yang sangat menarik dan memesona. Di antaranya wisata religi seperti Makam Ratu Intan di tepi Sungai Bakau di Kecamatan Pamukan Utara, sekitar 263 kilometer dari Kotabaru. Atau Makam Pangeran Agung di Bangkalaan Melayu, batu Ganting kecamatan Kelumpang Hulu sekitar 90 kilometer dari Kotabaru.
            Wisata budayanya juga banyak berupa upacara adat seperti Mappanretasi Pulau Sembilan, Mappandoesasi di Desa Sungai Bulan Kecamatan Pulau Laut Selatan, grebek Suran tiap 10 Muharram yang dilaksanakan oleh orang Jawa yang bermukim di Desa Sebelimbingan, Megasari dan Gunungsari. Biasanya upacara adapt Grebek Suran tersebut dilaksanakan di areal objek wisata Air Terjun Tumpang Dua. (dahlia)
Selengkapnya...



Peto Syarif Ibnu Pandito Bayanuddin
Pahlawan yang Tetap Terbuang
Mungkin hanya sedikit orang yang mengenal nama Peto Syarif Ibnu Pandito Bayanuddin. Dia dibuang oleh kolonial Belanda, ke daerah nun jauh dari tempat asalnya. Hingga ajal menjemputnya dia tetap dalam status keadaan terbuang. Dia adalah pahlawan nasional Indonesia.
Dalam pelajaran Sejarah Indonesia di semua tingkat pendidikan, siswa diajarkan bahwa Belanda menjajah Indonesia selama 350 tahun. Selama itu pula, terjadi perang di semua daerah di Nusantara. Rakyat tidak rela negerinya dijajah bangsa asing, dan kekayaan alamnya dibawa penjajah ke negerinya. Rakyat pun berontak melawan penjajah, dan terjadilah perang di mana-mana di wilayah Indonesia, demi kemerdekaan tanah air, bangsa dan negara.
Di Kalimantan Selatan dikenal dengan Perang Banjar. Di Pulau Jawa dikenal dengan Perang Diponegoro. Di Sumatera tepatnya di Sumatera Barat, terjadi Perang Padri. Perang yang sangat hebat, terjadi selama sekitar 17 tahun yakni pada 1821-1838. Sebuah peristiwa penaklukan Kota Bonjol oleh Belanda.
Melihat rakyat yang sangat menderita dan dalam kondisi perang, muncullah seorang pemuda dengan gagah berani melawan Belanda demi kemerdekaan tanah air, bangsa dan negaranya. Dia adalah Peto Syarif Ibnu Pandito Bayanuddin, dengan sengit melawan Belanda yang menjajah negerinya.
Sepak terjang pemuda itu dinilai sangat membahayakan Belanda, dia pun ditangkap dan dibuang ke Priangan, kemudian dipindah ke Ambon. Terakhir dia diasingkan ke Manado, Sulawesi Utara. Sebuah tempat yang mayoritas nonmuslim, sehingga dia terkucil dari lingkungan dan gerakan keagamaan yang dibangunnya di daerah asalnya, Sumatera Barat. Kemana pun dia dibuang, beberapa pengikutnya dengan setia menemaninya hingga akhir hayatnya.
Siapakah gerangan Peto Syarif Ibnu Pandito Bayanuddin? Dia adalah Tuanku Imam Bonjol, yang dilahirkan di Tanjungbungo, Bonjol, Sumatera Barat pada 1774. Dia meninggal di dalam pengasingan, pada 8 November 1854 di sebuah desa bernama Lotta, Kecamatan Pineleng, Kabupaten Minahasa, Sulawesi Utara.
Pengikutnya memakamkannya di sebuah bukit, di desa itu, tidak jauh dari tempatnya mengisi hari-harinya selama dalam pengasingan, di tepi Sungai Tomohon. Lokasinya tidak jauh dari pusat Kota Manado, ibukota Sulawesi Utara. Hanya sekitar 15 menit kalau menggunakan kendaraan bermotor. Jalannya memang agak menanjak, tetapi sangat teduh karena di sisi kanan dan kiri jalan ditumbuhi pepohonan rindang.
Makam itu dijaga oleh juru kunci, keturunan yang keempat dari pengawal Tuanku Imam Bonjol. Dia menjaga dan merawat makam itu dengan setia tanpa imbalan sama sekali. Lokasi sekitar makam yang dihibahkan pemerintah, dimanfaatkannya untuk tempat tinggal dan sekadar menyambung hidupnya sekeluarga dengan membuka warung kecil. Di warung itu dia dan keluarga menjual minuman panas seperti kopi, teh, susu dengan beberapa jenis makanan ringan, untuk peziarah yang datang.
Sedangkan sumbangan peziarah digunakan untuk merawat dan biaya perbaikan makam sang pahlawan tersebut, Tuanku Imam Bonjol. Termasuk tempat salat Sang Imam yang terletak jauh di bawah, di tepi sungai Tomohon. Sungai berbatu-batu, yang airnya masih bersih dan jernih.
Batu besar di tengah sungai yang airnya mengalir sampai ke Kota Manado itu, diyakini sebagai tempat salat Tuanku Imam Bonjol. Itu dapat dibuktikan, di atas batu besar itu terlihat jelas bekas telapak kaki Sang Imam. Selanjutnya batu besar itu dibawa ke tepi sungai, kemudian dibuatkan bangunan kecil sederhana.
Salah satu perkumpulan Minang di Sulawesi Utara, membangun sebuah bangunan yang bagus dan kokoh untuk makam Tuanku Imam Banjol, Makam di dalam bangunan itu selalu bersih dan dirawat dengan setia oleh sang juru kunci.
Dihantam batu
Di seberang sungai sekitar sepuluh meter dari lokasi batu yang dipercaya sebagai tempat salat Tuanku Imam Bonjol, berdiri pabrik minuman keras. Penjaga makam menceritakan, pada 2006 batu besar yang diyakini tempat salat Tuanku Imam Bonjol tersebut menghantam bangunan pabrik minuman keras saat banjir yang membawa arus besar di sungai itu. Batu itu hanyut terbawa banjir dan menghantam bangunan di seberangnya. Hantaman batu itu seperti  perlawanan terakhir Tuanku Imam Bonjol terhadap kekeliruan yang ada di sekitarnya.
Penjaga makam itu mengaku, pernah melayangkan surat protes kepada pemerintah atas keberadaan pabrik minuman keras yang terlalu dekat dengan makam Sang Imam, tetapi tidak diindahkan. Untuk mengenang peristiwa banjir dan hantaman batu terhadap bangunan pabrik minuman keras itu, sang penjaga makam menuliskannya di papan besar dan ditempelkan di  dinding di samping batu besar itu. Tulisan tersebut dapat dibaca oleh siapa pun yang memasuki bangunan kecil itu.
Untuk sampai ke bangunan kecil itu, dibuatkan tangga dari pintu bangunan makam Tuanku Imam Bonjol. Jadi peziarah sangat mudah menuruni bukit tersebut, yang memang cukup curam. Peziarah pun dapat melihat bangunan pabrik minuman keras di seberang sungai kecil itu.
  Masjid Imam Bonjol
Di tepi jalan raya Lotta itu, berdiri sebuah masjid kecil. Letaknya persis berseberangan dengan kompleks bangunan makam Tuanku Imam Bonjol. Masjid kecil itu bernama Masjid Imam Bonjol. Penduduk muslim di sekitar masjid, menyelenggarakan salat berjamaah dan salat Jumat di masjid itu. Sebagaimana makam dan tempat salat Tuanku Imam Bonjol, masjid itu dijaga dan dirawat oleh keluarga juru kunci makam dan penduduk sekitar, sehingga selalu bersih.
Melihat lokasi makam yang agak terpencil dari keramaian, Tuanku Imam Bonjol masih tetap terbuang hingga kini. Hanya perkumpulan keluarga Minang di Sulawesi Utara, yang berziarah setiap tahun ke makam Peto Syarif Ibnu Pandito Bayanuddin, Gelar Tuanku Imam Bonjol, yang ditetapkan pemerintah Republik Indonesia sebagai pahlawan nasional. Andai mereka tidak menziarahi sang Imam, maka besar kemungkinan tidak ada perhatian terhadap makam sang pahlawan itu. Padahal Tuanku Imam Bonjol adalah seorang muslim yang taat dan kuat memegang prinsip, sehingga menjadi inspirasi dan penggerak muslim lainnya dalam melawan penjajah. (ima)
Selengkapnya...

Jumat, 08 Januari 2010

Gelar Terhormat dan Kasus Bangsat


terbit jumat 080110/ima

Gelar Terhormat dan Kasus 'Bangsat'
Adegan tak elok kembali dipertontonkan kepada seluruh penduduk Indonesia, dari rumah rakyat --Gedung DPR. Aktornya, tak lain adalah wakil rakyat yang terhormat: Ruhut Sitompul. Kata bangsat, keluar dari mulut Ruhut yang dilontarkannya ke Wakil Ketua Pansus Bank Century Gayus Lumbuun, Rabu (6/1) kemarin.
Bahkan Ruhut yang juga anggota Pansus Bank Century menyatakan siap dibawa ke Badan Kehormatan (BK) DPR atas sikapnya yang dinilai berlebihan oleh sesama anggota Pansus. Hal itu merupakan yang kesekian kalinya perang mulut antara Ruhut dengan Gayus. Namun kali ini Ruhut sempat melontarkan umpatan yang dipandang tidak etis. "Jangankan dibawa ke BK, dibawa ke surga atau neraka, saya siap! Saya benar, saya tidak pernah keliru!" ujar Ruhut berapi-api.
Peristiwa memalukan itu, terjadi saat rapat Pansus Bank Century dalam agenda pemeriksaan terhadap sejumlah saksi yang ditayangkan oleh seluruh saluran televisi di Jakarta. Rakyat khususnya mereka yang menyaksikan adegan tersebut di layar kaca, dapat menilai bahwa kata-kata Ruhut itu jelas sangat tidak terpuji dan tidak dalam adu argumentasi.
Insiden tidak terpuji itu kontan menuai tanggapan serius dari berbagai kalangan. Lagi pula, ucapan kasar dan tidak sopan itu bukan yang pertama kalinya. Sebagaimana dikatakan anggota Pansus Century dari PDIP Ganjar Prawono sebelum rapat, kemarin. "Kalau sudah pakai kata bangsat ini kan bukan beradu argumentasi. Ini jelas ucapan yang sudah di luar batas," katanya.
Kata 'bangsat' yang keluar dari mulut Ruhut saat rapat pansus itu sangat tidak pantas diucapkan oleh seorang wakil rakyat. Apalagi, selama ini Partai Demokrat mengklaim diri sebagai partai yang terkenal santun. Ruhut yang berasal dari partai tersebut kemudian terpilih menjadi wakil rakyat dan duduk di kursi parlemen, seharusnya mengetahui hal itu.
Ruhut yang artis sinetron bergelar 'Si Poltak, raja minyak dari medan itu' sudah menjadi wakil rakyat yang terhormat. Adalah sangat tidak layak lagi, tingkah polah dan adegannya dalam sinetron dibawa ke gedung parleman. Bangsat, adalah kata yang sering diucapkan preman baik dalam sinetron maupun kehidupan sehari-hari.
Walaupun kita tidak melupakan hukum sebab akibat ada aksi pasti ada reaksi, namun kata bangsat sangat tidak etis dilontarkan di dalam forum resmi. Apalagi kata itu diucapkan oleh seorang anggota wakil rakyat yang terhormat.
Oleh karena itu, tidak keliru kalau Partai Golkar mengusulkan agar Partai Demokrat mempertimbangkan kembali keberadaan Ruhut dalam Pansus Bank Century. Sebab keberadaan Ruhut dinilai mengintimidasi anggota yang lain. Seperti dikatakan Bambang Soesatyo, anggota lainnya Pansus Bank Century, sejak awal anggota pansus merasa terintimidasi karena Ruhut selalu memotong pembicaraan anggota saa menyampaikan pendapat tiap rapat pansus. Dia menilai, tidak semua orang yang ada dalam pansus datang dengan niat ingin membongkar kasus Bank Century.
Berdasarkan insiden itu, rakyat bisa menilai siapa yang pantas dan tidak pantas mendapat gelar 'yang terhormat'. Apakah pantas diberi gelar terhormat kepada orang yang terhormat yang tidak bisa menjaga sopan santun, dangelar kehormatan itu.
Sebagaimana kita ketahui, Ruhut yang anggota DPR RI dari Partai Demorat dan Gayus yang ketua BK DPR RI dari Partai PDIP itu dipercaya menjadi anggota Pansus Bank Century untuk menangani kasus dana talangan berjumlah triliunan rupiah yang membelit bank tersebut. Gayus kemudian terpilih menjadi wakil ketua pansus. Nah, kalau kasus 'bangsat' itu dibawa ke BK DPR maka Ruhut dan Gayus akan kembali berhadapan. Kita berharap, dalam kesempatan itu tidak ada lagi ucapan bangsat.

Selengkapnya...

Kamis, 28 Mei 2009

Gulita dan PPJ

Gulita dan PPJ
Menurut KBBI IV, gulita artinya adalah 1. gelap pekat; 2. penglihatan di darat yang sangat terbatas jaraknya, atau jarak penglihatan yang sama denagn nol. Dengan kata lain, gulita adalah tidak kelihatan apa-apa.
Kondisi seperti itulah yang terjadi di sepanjang Jalan A Yani, sejak gelap menjelang sampai sekitar pukul 23.00. Misalnya, di sepanjang Jalan A Yani kilometer 7 sampai bundaran Bandara Syamsudin Noor kilometer 25, terdapat beberapa titik rawan terutama terkait keamanan dan kenyamanan pemakai jalan.
Terlebih sejak adanya proyek pelebaran jalan, kenyamanan pemakai jalan makin terutama pada malam hari berkurang. Itu lantaran kurangnya tanda peringatan, tidak jarang tumpukan material berupa batu dan pasir memakan badan. Kondisi demikian diperparah oleh gelap yang menyelimuti, karena lampu untuk menerangi jalan belum tiba saatnya untuk dinyalakan.
Akibatnya bisa dibayangkan, tidak tertutp kemungkinan terjadi hal yang tidak diinginkan seperti kecelakaan lalu lintas atau tindak kejahatan lainnya. Seperti yang saya alami apda Kamis malam (14/5) lalu, sekitar pukul 20.00 Wita. Kendaraan yang saya kendarai roboh, karena tertabrak gundukan batu yang memakan badan jalan beraspal di kawasan Jalan A Yani kilometer 13.
Anak saya luka parah di lutut dan tangan karena ditindih kendaraan. Tangannya keseleo dan lututnya berlubang karena kemasukan batu., sehingga harus diobati di rumah sakit. “Di sini beberapa kali terjadi kecelakaan,” kata seorang warga yang menolong kami. “Masalahnya gelap, dan tumpukan batu ini tidak diberi tanda peringatan untuk pemakai jalan,” timpal warga yang lain sambil menunjuk tumpukan batu yang membuat saya dan anak saya luka-luka. Kalau sudah begini, siapa yang bertanggung jawab.
Minggu siang kemarin, terdapat tumpukan batu untuk material pelebaran jalan di kawasan Jalan A Yani kilometer 9. Kalau siang tumpukan batu itu tidak menjadi masalah, tetapi menjelang malam dikhawatirkan terjadi hal yang tidak diinginkan seperti peristiwa yang saya alami. Kita yakin, semua orang tidak ingin hal itu terjadi padanya dan keluarganya.
Sebagaimana disebutkan bahwa terdapat beberapa titik rawan di sepanjang Jalan A Yani kilometer 7 sampai bundaran Syamsudin Noor kilometer 25. Tititk rawan itu khususnya di kawasan yang sangat gelap, karena tidak ada sama sekali penerangannya. Paling rawan adalah di kawasan Tugu 17 Mei Gambut.
Lantaran sangat gelap pula, membuat saya harus menyerahkan STNK kepada orang yang mengaku kendaraannya rusak karena ‘ditabrak’ saya. Menurut dia, STNK itu sebagai jaminan bahwa saya bersedia mengganti kerusakan kendaraannya, yakni lampu depannya pecah dan beberapa kerusakan lain di bagian depan kendaraannya. Waktu saya ajak ke Polsek Gambut yang tidak jauh dari TKP untuk menyelesaikan masalah itu, dia tak mau.
Peristiwa itu mengingatkan saya pada pesan seseorang yang disampaikan melalui Hotline BPost edisi Sabtu (2/5) bahwa, ada pengendara kendaraan roda dua yang menyalahkan pengendara lain yang menjalankan kendaraannya sembarangan dan mengganggunya. Pengendara pertama itu pun melakukan pembabakan dan perampasan terhadap korban. Mereka berani beroperasi di siang bolong di Jalan A Yani, antara wilayah hokum Polsek Kertak Hanyar dan Polsek Gambut. Apalagi di malam hari nan gulita, tindakan mereka pasti lebih berani lagi.
Kita tahu, bahwa ada kesepakatan antara PLN dan pemda bahwa lampu untuk menerangi jalan dinyalakan di atas pukul 22.00 dan faktanya pukul 23.00, untuk mengurangi beban puncak. Pukul 23.00 itu, sangat jarang pemakai jalan yang lewat, karena terlalu malam. Kebijakan itu boleh saja diterapkan. Tetapi adalah sangat tidak adil, kalau di jalan kawasan rawan kecelakaan lalu lintas dan kejahatan lain diperlakukan sama. Kita tiap bulan membayar pajak penerangan jalan (PPJ) dan tak pernah terlambat, tetapi kita sama sekali tidak dapat menikmatinya. Justru mudarat yang kita dapatkan.
Penerangan yang didapat di kawasan jalan itu, hanya dari lampu iklan/baliho, lampu di depan kantor atau rumah penduduk yang kebetulan dekat jalan. Di kawasan tak ada iklan, kantor dan rumah penduduk, dipastikan sangat gulita dan itu merupakan kesempatan untuk seseorang melakukan niat jahatnya.
Keamanan dan kenyamanan pemakai jalan pun menjadi sirna. Ada niat dan kesempatan, maka terjadilah tindak pidana. Itulah, teori kejahatan.




Selengkapnya...

Ambalat Aset NKRI

Ditulis kamis 290509

Ambalat Aset NKRI
Malaysia kembali berulah. Kapal perang negeri jiran itu kembali melanggar teritorial Indonesia dengan memasuki perairan Ambalat, Nunukan Kalimantan Timur, Senin (25/5). Beruntung, Kapal Perang Republik Indonesia (KRI) Untung Surapati-872 berhasil mengusirnya setelah terjadi perdebatan antara komandan kedua kapal.
Sikap Komandan KRI Untung Surapati, Mayor Laut (P) Salim patut diacungi jempol. Dia gigih mempertahankan milik dan wilayah teritorial negeri ini. Adu argumentasi tak bisa dielakkannya terhadap komandan kapal perang Malaysia itu. Tapi begitu Salim menjelaskan bahwa kapal perang Di Raja Malaysia itu melanggar UNCLOS 82 tentang batas teritorial, komandan KD Yu-3508 diam dan memahami keberadaan kapalnya. Dia pun memutar haluan kapalnya, dan meninggalkan lokasi sampai batas terluar perairan NKRI.
Bukan sekali ini Malaysia 'menzalimi' Indonesia. Pulau Sipadan dan Ligitan berhasil dikuasainya, setelah Mahkamah Internasional memutuskan bahwa kedua pulau itu milik Malaysia. Dengan menarik garis dari dua pulau itu pula, Malaysia ingin 'merampas' pulau lain milik Indonesia yaitu Ambalat.
Sehari sebelumnya, KRI Untung Surapati-872 bersama-sama KRI Hasanuddin-366 mengusir kapal perang Malaysia KD Baung-3509 dari perairan wilayah NKRI. Pada hari itu juga, KRI berhasil mendeteksi helikopter Malaysian Maritime Enforcement Agency dan pesawat Beechraft yang terbang memasuki wilayah udara NKRI sejauh 40 mil laut. Parahnya lagi, ternyata kapal milik Tentara Laut Diraja Malaysia (TLDM) dan Police Marine Malaysia bukan sekali atau dua kali memasuki perairan Indonesia. Menurut catatan TNI AL, sejak Januari-April 2009 ini saja, mereka sembilan kali memasuki wilayah Indonesia.
Di bidang kesenian, Malaysia juga bikin ulah terhadap Indonesia. Tidak pupus dari ingatan kita, bagaimana Malaysia mengklaim Reog Ponorogo dan lagu Rasa Sayange sebagai miliknya. Semua perlakuan Malaysia itu, benar-benar mengusik ketenangan hidup kita dalam berbangsa dan bernegara.
Kita tidak habis pikir, kenapa negeri Jiran kita --Malaysia-- selalu bersikap seperti itu --begitu melecehkan-- negara kita. Dari melanggar kedaulatan negara kita, menyebut Indon (kata ejekan) kepada saudara kita yang bermukim di Malaysia sampai perlakuannya yang kasar terhadap tenaga kerja asal Indonesia. Semuanya terkesan meremehkan.
Dari perlakuannya yang tidak bersahabat kepada kita itu, sebagai anak negeri kita harus bersikap tegas tapi tanpa emosional kepada negara tetangga itu. Kita harus bisa bersikap tegas dan berwibawa, sebagaimana yang diperlihatkan Mayor Salim dalam upayanya menjaga kedaulatan negeri ini.
Semua negara di dunia ini tahu, bahwa Malaysia bukan negara kepulauan seperti Indonesia. Indonesia memiliki ribuan pulau besar dan kecil yang membentang di Samudera Indonesia dan Pasifik. Tapi, kenapa Malaysia 'berusaha' memiliki Ambalat. Konon, Blok yang luasnya 6.700 kilometer persegi itu kaya sumber daya alam terutama minyak bumi. Kekayaan perut Bumi Ambalat itulah yang diduga menajdi incaran Malaysia, sebab sejumlah perusahaan minyak raksasa dunia juga mengkapling perairan itu.
Kita tidak ingin Ambalat lepas dari tangan kita, hanya lantaran kekayaan alam yang dimilikinya menjadi rebutan. Sebagaimana Timor Timur lepas dari NKRI dan menjadi negara merdeka, karena kandungan minyak di Celah Timor yang diincar orang lain. Kita juga tak ingin konflik dengan Malaysia di era pemerintahan Presiden Ir Soekarno, terulang. Waktu itu muncul jargon 'Ganyang Malaysia', dan semua yang berbau Malaysia harus dimusnahkan.
Sekarang kita hidup di alam damai, jadi semuanya harus diselesaikan dengan damai. Tapi apa pun yang terjadi Ambalat harus berada dalam pelukan NKRI. Untuk itu, kita harus mempertahankan Pulau/Blok Ambalat dari gangguan dan serangan negara lain. Ambalat adalah aset NKRI.



Selengkapnya...